08 Januari 2011

BAB I
PENDAHULUAN

Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran atau media tertentu ke penerima pesan. Untuk mendukung hal tersebut, maka diperlukan adanya media dalam proses belajar mengajar. Salah satunya adalah media audio atau program rekaman suara. Media ini bersifat auditif dan mendominasi komunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi, komunikasi audio banyak dipergunakan dibandingkan dengan kegiatan komunikasi lainnya.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengertian media rekaman, jenis media audio, peralatan yang diperlukan dalam proses rekaman, kelebihan dan kelemahan, serta aplikasi dan kegunaan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam.










BAB II
PEMBAHASAN


A. Pengertian Program Rekaman Suara (Audio)
Program rekaman suara (audio) merupakan jenis media yang relatif murah untuk mengkomunikasikan pengetahuan informasi tertentu. Secara fisik program audio dapat berupa piringan hitam, compact disc, pita open reel, dan kaset audio. Media audio mempergunakan bermacam jenis sumber suara seperti suara manusia, suara binatang, suara musik dan suara lingkungan sekitar untuk mengemukakan pengetahuan dan informasi.
Biasanya media audio digunakan untuk tujuan melatih dan mengembangkan kemampuan mendengar, pengucapan dalam mata pelajaran bahasa asing, dan kemampuan memahami suatu cerita yang diungkapkan secara verbal. Medium audio bermanfaat untuk melatih kemampuan dalam memahami gagasan utama dan penjelasan yang dikomunikasikan melalui rekaman suara.

B. Jenis Media Audio
Jenis Media Audio Ukuran Kelebihan Kelemahan
Piringan Hitam Diameter
7,10,12 cm  Pemilihan bagian yang akan didengar dapat secara mudah dilakukan.
 Murah.
 Memiliki variasi program yang luas
 Tidak praktis pemakaiannya
 Mudah tergores
 Mudah rusak jika terkena panas
 Memerlukan ruang penyimpanan lebih besar,dll.
Compact Disc Diameter 12,5 cm  Sangat kuat
 Memiliki kejelasan tinggi
 Tidak ada noise
 Dapat mencari data dengan mudah  Hanya untuk playback mahal
Pita Kaset Suara  Bentuknya simple
 Mudah dibawa  Kualitas kejelasannya kurang karena dapat merekam noise secara tidak sengaja
Pita Open reel Lebar pita 0.25 inci Program pada pita dapat dihapus dan dipergunakan untuk merekam program lain
Tidak mudah rusak
Mudah dismpan
Pita yang rusak dapat diperbaiki
Mudah diedit Pemilihan bagian program yang kan didengar sukar ditentukan

C. Peralatan Produksi Rekaman
Beberapa peralatan pokok untuk perekaman audio, minimal terdiri dari atas: mikrifon, alat perekam (recorder), alat pemutar hasil rekaman (player), alat penyampur sumber suara (mixer), dan beberapa fasilitas lainnya yang diperlukan.
1. Mikrofon : alat ini merupakan ditektor yang mengubah gelombang suara menjadi gelombang elektronis. Gelombang elektronis yang dibangkitkannya masih sangat lemah sehingga memerlukan penguatan terlebih dahulu untuk bisa direkam pada pita suara.
2. Perekam (recorder): alat ini merupakan alat perekam atau penyimpan gelombang-gelombang suara dalam bentuk gelombang magnetik, yang bisa diperdengarkan kembali bila diperlukan. Penyimpanan gelombang-gelombang ini biasanya dalam pita magnetik atau piringan suara. Penyimpanan dalam piringan suara berbeda dengan pita magnetik. Dalam piringan suara disimpan dalam bentuk lekukan-lekukan yang sesuai dengan gelombang suara yang direkamnya. Lekukan ini berbentuk saluran melingkar yang halus sekali, sehingga tidak akan terlihat dengan mata telanjang atau tanpa alat pembesar.
3. Alat pemutar hasil rekaman (player): alat ini tidak berbeda dengan alat perekam, hanya fungsinya yang dibedakan dalam pemanfaatannya. Semua alat perekam pada pita magnetik umumnya bisa dipakai pula sebagai alat pemutar.
4. Alat penyampur (mixer): alat ini dimaksudkan sebagai alat untuk menyatukan atau mengatur signal-signal suara dari satu sumber. Alat ini bisa dipergunakan pula sebagai alat pembuat effect suara.
5. Fasilitas perekam lainnya. Fasilitas ini dimaksudkan sebagai peralatan lainnya yang akan menunjang kesempurnaan kualitas dan kemudahan dalam mendapatkan hasil rekaman. Selain untuk mencapai kesempurnaan bisa pula untuk membuat tambahan efek-efek suara lainnya yang diperlukan. Tujuan pengadaan peralatan tambahan ini biasanya dipertimbangkan untuk pengadaan suatu unit studio.
D. Kelebihan dan Kelemahan Media Audio
Beberapa kelebihan alat perekam sebagai media pendidikan diuraikan di bawah ini:
1. Relatif murah untuk mengkomunikasikan informasi.
2. Mudah diperoleh dan mudah digunakan.
3. Fleksibel untuk digunakan dalam proses belajar baik berkelompok maupun individu.
4. Bentuknya ringkas dan mudah dibawa.
Kelemahan media audio antara lain adalah:
1. Memerlukan suat pemusatan pengertian pada suatu pengalaman yang tetap dan tertentu.
2. Bersifat abstrak
3. Media ini hanya mampu melayani secara baik bagi mereka yang sudah mempunyai kemampuan dalam berfikir abstrak.
4. Media ini hanya menekankan komunikasi satu arah yang memiliki potensi interaktif minimal.



BAB III
PENUTUP


Manfaat media audio di dalam pengajaran terutama dirasakan benar dalam melatih berbahasa asing, music literary, belajar jarak jauh, dan paket belajar. Ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari jenis media ini, antara lain dalam hal melatih daya ingatdan mengungkapkan kembali gagasan cerita yang disimak. Melatih diri dalam memisahkan informasi yang relevan, serta dapat pula melatih daya analisis.
Disamping kelabihan, ada beberapa kelemahan dari media ini antara lain media audio dalam pengguanaannya memerlukan latihan khusus, diperlukan juga perbendaharaan kata-kata bagi para pendengarnya untuk bisa memahami isi pesan yang disampaikan, dalam hal-hal tertentu perlu dibantu dengan media visual.

DAFTAR PUSTAKA



Agus P., Benny, Media Teknologi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2004).

Sudjana, Nana, Media Pengajaran, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2009).
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Sekolah merupakan lembaga formal yang diadakan di tempat tertentu, teratur, sistematis, mempunyai jenjang dan dalam kurun waktu tertentu berdasarkan aturan resmi yang telah ditetapkan. Sekolah adalah lembaga dengan organisasi yang tersusun rapid an segala aktifitasnya direncanakan dengan sengaja. Untuk menjalankan lembaga pendidikan tersebut dibutuhkan seorang pemimpin yang disebut sebagai kepala sekolah.
Kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan yang sangat penting karena lebih dekat dan langsung berhubungan dengan pelaksanaan program pendidikan tiap-tiap sekolah. Dapat dilaksanakan atau tidaknya suatu program pendidikan dan tercapai atau tidaknya tujuan pendidikan tersebut, sangat bergantung pada kecakapan dan kebijaksanaan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan.
Untuk menjalankan tugas sebagai kepala sekolah yang baik diperlukan seseorang yang memiliki syarat-syarat tertentu, maka di dalam makalah ini akan membahas mengenai persyaratan dan kualifikasi akademik kepala sekolah.



BAB II
PEMBAHASAN


A. P engertian Kepala Sekolah
Kepala sekolah bersal dari dua kata yaitu “Kepala” dan “Sekolah” kata kepala dapat diartikan ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga. Sedang sekolah adalah sebuah lembaga di mana menjadi tempat menerima dan memberi pelejaran. Jadi secara umum kepala sekolah dapat diartikan pemimpin sekolah atau suatu lembaga di mana temapat menerima dan memberi pelajaran. Wahjosumidjo (2002:83) mengartikan bahwa: “Kepala sekolah adalah seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah di mana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. Sementara Rahman dkk (2006:106) mengungkapkan bahwa “Kepala sekolah adalah seorang guru (jabatan fungsional) yang diangkat untuk menduduki jabatan structural (kepala sekolah) di sekolah”.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kepala sekolah adalah sorang guru yang mempunyai kemampuan untuk memimpin segala sumber daya yang ada pada suatu sekolah sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan bersama.

B. Syarat-Syarat Umum Kepala Sekolah
Untuk menjalankan tugas sebagai kepala sekolah yang baik diperlukan seseorang yang memiliki syarat-syarat tertentu. Di samping syarat ijazah, pengalaman kerja dan kepribadian yang baik juga perlu diperhatikan. Adapunsyarat-syarat pemimpin secara umm adalah sebagai berikut :
1. Memiliki kondisi fisik yang sehat sesuai dengan tugasnya.
2. Memiliki pengetahuan yang luas tentang banyak hal
3. Memiliki keyakinan bahwa organisasi akan berhasil mencapai tujuan yang telah ditentkan melalui dan berkat kepemimpinannya.
4. Mengetahui dengan jelas sifat hakiki dan kompleksitas dari tujuan yang hendak dicapai.
5. Memiliki stamina (daya kerja) dan entusiasme yang besar.
6. Gemar dan cepat mengambil keputusan. Karena tugas terpenting seorang pemimpin adalah untuk mengambil keputusan yang harus dilaksanakan oleh orang lain.
7. Obyektif dalam arti dapat mengusai emosi dan lebih banyak mempergunakan rasio.
8. Adil dalam memperlakukan bawahan. Yang dimaksud adil atau keadilan di sini ialah kemampuan memperlakukan bawahan atas dasar kapasitas kerja bawahan itu, terlepas dari pandangan-pandangan kesukuan, kedaerahan, kepartaian, ikatan keluarga, dan sebagainya.
9. Menguasai prinsip-prinsip human relation. Karena human relation adalah inti kepemimpinan.
10. Menguasai teknik-teknik komunikasi.
11. Dapat dan mampu bertindak sebagai penasehat guru, dan kepala terhadap bawahannya tergantung atas situasi dan masalah yang dihadapi.
12. Mempunyai gambaran yang menyeluruh tentang semua aspek kegiatan organisasi.

C. Kualifikasi Umum Kepala Sekolah
Kualifikasi umum kepala sekolah / madrasah (Permendiknas No.13 Tahun 2007):
1. Memiliki kualifikasi akademik sarjana (S1) atau diploma empat (D IV) kependidikan atau nonkependidikan pada perguruan tinggi yang terakreditasi.
2. Pada waktu diangkat sebagai kepala sekolah berusia setinggi-tingginya 56 tahun.
3. Memliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya lima tahun menurut jenjang sekolah masing-masing, kecuali di Taman Kanak-Kanak/ Raudhatul Athfal memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya tiga tahun.
4. Memiliki pangkat serendah-rendahnya III/c bagi pegawai negeri sipil dan bagi non-PNS diserahkan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau lembaga yang berwenang .
Kualifikasi khusus Kepela Sekolah/ Madrasah meliputi:
1. Kepala Taman Kanak-Kanak/ Raudhatul Athfal adalah sebagai berikut:
a. Berstatus sebagai guru TK/ RA
b. Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru TK/ RA
c. Memiliki sertifikat kepala TK/ RA yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan pemerintah.
2. Kepala Sekolah Dasar/ Madrasah Ibtidaiyah:
a. Berstatus sebagai guru SD/ MI
b. Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SD/ MI
c. Memiliki sertifikat kepala SD/ MI yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan pemerintah.
3. Kepala SMP/ MTs adalah sebagai berikut:
a. Berstatus sebagai guru SMP/ MTs
b. Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SMP/ MTs
c. Memiliki sertifikat kepala SMP/ MTs yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan pemerintah
4. Kepala SMA/ MA adalah sebagai berikut:
a. Berstatus sebagai guru SMA/ MA
b. Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SMA/ MA
c. Memiliki sertifikat kepala SMA/ MA yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan pemerintah.
5. Kepala SMK/ MAK adalah sebagai berikut:
a. Berstatus sebagai guru SMK/ MAK
b. Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SMK/ MAK
c. Memiliki sertifikat kepala SMK/ MAK yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan pemerintah.
6. Kepala SDLB/ SMPLB/ SMALB adalah sebagai berikut:
a. Berstatus sebagai guru SDLB/ SMPLB/ SMALB
b. Memiliki sertifikat pendidik sebagai guru SDLB/ SMPLB/ SMALB
c. Memiliki sertifikat kepala SDLB/ SMPLB/ SMALB yang diterbitkan oleh lembaga yang ditetapkan pemerintah

BAB III
PENUTUP



Jika kita simpulkan apa yang telah diuraikan, maka syarat minmal bagi seorang kepala sekolah adalah sebagai berikut:
1. Memiliki ijazas yang sesuai dengan ketentuan / peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
2. Mempunyai pengalaman kerja yang cukup, terutama di sekolah yang sejenis dengan sekolah yang dipimpinnya.
3. Memiliki kepribadian yang baik, terutama sikap dan sifat-sifat kepribadian yang diperlukan bagi kepentingan pendidikan.
4. Mempunyai keahlian dan berpengetahuan luas, terutama mengenai bidang-bidang pengetahuan dan pekerjaan yang diperlukan bagi sekolah yang dipimpinnya.
5. Mempunyai ide dan inisiatif yang baik untuk kemajuan dan pengembangan sekolahnya.














DAFTAR PUSTAKA



Purwanto, Ngalim, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2008).

H. Sardjuli, Hand Out Leadership: hand out 8, 2010

24 Desember 2009

HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN PSIKOLOGI AGAMA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hubungan manusia dengan sesuatu yang dianggap adikodrati (supernatural) memang memiliki latar belakang sejarah yang sudah lama dan cukup panjang. Latar belakang ini dapat dilihat dari berbagai pernyataan para ahli yang memilili disiplin ilmu yang berbeda, termasuk para agamawan yang mendasarkan pada informasi kitab suci masing-masing.[1]

Menurut agamawan selanjutnya, bahwa memang pada batas-batas tertentu, barangkali permasalahan agama dapat dilihat sebagai fenomena yang secara empiris dapat dipelajari dan diteliti. Tetapi dibalik itu semua ada wilayah-wilayah khusus yang sama sekali tidak mungkin atau bahkan terlarang untuk dikaji secara empiris. Perbedaan pendapat yang dilatar belakangi perbedaan sudut pandang antara agamawan dan para psikologi agama ini sempat menunda munculnya psikologi agama sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Sehingga, psikologi agama sebagai cabang psikologi baru tumbuh sebagai disiplin ilmu sekitar penghujung abad ke-19, setelah sejumlah tulisan dan buku-buku yang menjadi pendukungnya diterbitkan dan beredar.[2]

Kemudian temuan-temuan psikologi agama tentang perkembangan rasa keagamaan pada anak-anak dan para remaja ternyata juga dapat membantu para pendidik agama. Dengan demikian psikologi agama dapat pula difungsikan sebagai ilmu bantu dalam bidang pendidikan agama.

B. Perumusan Masalah

Pada bab berikutnya penulis akan mencoba memaparkan beberapa permasalahan yang berhubungan dengan psikologi agama, diantaranya:

1. Apa pengertian psikologi dan psikologi agama?

2. Apa pengertian Pendidikan Agama Islam?

3. Mengapa psikologi agama berkaitan dengan pendidikan agama Islam?

C. Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini, agar kita dapat memahami dan mengetahui tujuan guru pendidikan agama Islam tidak hanya memberikan teori-teori tentang agama, akan tetapi juga menjadikan seseorang memiliki nilai agama dalam diri manusia yang mengikat.


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian

1. Psikologi

Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa yaitu aktivitas dalam diri manusia yang mendorong perilaku manusia yang mencakup 7 aspek jiwa.

mendorong

Jiwa (psyche) Perilaku (behavior)

- Aktifitas internal - Eksternal activities

- Unobservable - Observable

Aspek-aspek komponen jiwa, yaitu :

1) Kognisi

Kognisi adalah kondisi jiwa yang terkait dengan proses memperoleh pengetahuan. Dan pengetahuan adalah segala sesuatu yang masuk ke dalam diri manusia melalui penginderaan.

v Proses Kognisi

Penginderaan Persepsi Memori Penggunaan

STM LTM -Untuk berfikir

- Untuk memilih

- Untuk memutuskan

2) Afeksi adalah semua komponen selain kognisi, yaitu :

a. Motifasi adalah alasan kuat atau dorongan dari dalam untuk mencapai tujuan.

b. Emosi adalah perasaan yang kuat yang berbentuk reaksi jiwa secara spontan terhadap rangsangan yang datang secara tiba-tiba.

c. Daya sosial adalah kesadaran yang secara relatif berlangsung yang disertai emosi terhadap objek.

d. Daya moral adalah dorongan untuk taat aturan.

e. Daya estetika adalah hal yang membicarakan tentang keindahan.

f. Daya agama adalah peraturan tentang cara hidup, lahir batin.

2. Psikologi Agama

Psikologi agama menggunakan dua kata yaitu psikologi dan agama. Kedua kata ini memiliki pengertian yang berbeda. Psikologi secara umum diartikan sebagai ilmu yang mempelajari gejala jiwa manusia yang normal, dewasa dan beradab (Jalaludin, et al, 1979: 77). Selanjutnya, agama juga menyangkut masalah yang berhubungan dengan kehidupan batin manusia. Agama sebagai bentuk keyakinan, memang sulit diukur secara tepat dan rinci.

Seorang ahli jiwa W. H. Clark masih dengan tegas mengakui bahwa tidak ada yang lebih sukar daripada mencari kata-kata yang dapat digunakan untuk membuat definisi untuk agama.[3] Karena pengalaman agama adalah subyektif, intern dan individual, dimana setiap orang akan merasakan pengalaman agama yang berbeda dari orang lain. Dengan demikian dapat didefinisikan, psikologi agama adalah ilmu yang membahas yaitu aktivitas dalam diri manusia dan mencakup salah satu aspek jiwa yaitu agama.

B. Pengertian Pendidikan Agama Islam.

Pendidikan merupakan kegiatan atau usaha sadar yang sistematis dan berkesinambungan untuk mengembangkan potensi manusia, memberikan kecakapan, sikap yang sesuai dengan tujuan pendidikan sedangkan potensi sendiri dapat diartikan sebagai kemampuan atau fitrah yang dibawa manusia yang mempunyai kemungkinan untuk menjadi kemampuan riil.

Pendidikan agama Islam adalah segala usaha sadar untuk membimbing jasmani dan rohani seseorang menuju kearah terbentuknya kepribadian musim yang muttaqiem.

Kepribadian muslim adalah kepribadian yang memiliki nilai-nilai agama Islam, memilih, memutuskan, serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam dan bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Muttaqiem adalah orang-orang yang bertaqwa kepada Allah, sedangkan taqwa artinya mentaaati atau meaksanakan segala perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarangNya, beramar ma’ruf nahi mungkar.

C. Keterkaitan Antara Psikologi Agama dengan Pendidikan Agama Islam.

Pendidikan Islam erat kaitannya dengan psikologi agama. Bahkan psikologi agama digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam. Perkembangan agama pada masa anak, terjadi melalui pengalaman hidupnya sejak kecil, dalam keluarga, disekolah dan dalam lingkungan masyarakat. Semakin banyak pengalaman yang bersifat agama (sesuai dengan ajaran agama) dan semakin banyak unsur agama, maka sikap, tindakan dan caranya menghadapi hidup akan sesuai dengan ajaran agama.

Agar dapat membawa anak pada perkembangan yang diharapkan, tentu saja pekerjaan itu tidak mudah, kecuali kalau guru agama itu mempunyai bekal yang cukup, diantaranya:

· Pribadi guru agama itu sendiri; dia harus mempunyai pribadi yang dapat dijadikan contoh dari pendidikan agama yang dibawakannya kepada anak. Dia harus mempunyai sifat-sifat yang diharapkan dalam agama (jujur, benar, berani, dsb).

· Pengertian dan kemampuannya untuk memahami perkembangan jiwa anak serta perbedaan perorangan antara seorang anak dan lainnya. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa ia mengerti psikologi anak.

Untuk membina agar mempunyai sifat-sifat terpuji tidaklah mungkin dengan pengertian saja, akan tetapi membiasakannya untuk melakukan yang baik yang diharapkan nanti dia akan mempunyai sifat-sifat itu dan menjauhi sifat tercela. Kebiasaan dan latihan itulah yang membuat ia cenderung kepada melakukan yang baik dan meninggalkan yang kurang baik. Latihan-latihan keagamaan yang menyangkut ibadah seperti sembahyang, doa, mmembaca Al Qur’an atau menghafal surat pendek, sholat berjamaah disekolah maupun dimasjid harus dibiasakan sejak kecil, sehingga lama kelamaan akan tumbuh rasa senang melakukan ibadah tersebut. Dengan dibiasakan sedemikian rupa, sehingga dengan sendirinya ia terdorong untuk melakukannya, tanpa suruhan dari luar tapi dorongan dari dalam.

Latihan keagamaan yang menyangkut akhlak dan ibadah sosial atau hubungan manusia dengan manusia sesuai dengan ajaran agama, jauh lebih penting daripada penjelasan dengan kata-kata. Latihan-latihan disini dilakukan melalui contoh yang diberikan oleh guru atau orang tua. Oleh karena itu, guru agama hendaknya memilki kepribadian yang dapat mencerminkan ajaran agama yang akan diajarkan kepada anak didiknya. Kemudian sikapnya dalam melatih kebiasaan-kebiasaan baik yang sesuai dengan ajaran agama itu, hendaknya menyenangkan dan tidak kaku.

Hubungan antara murid dengan guru hendaknya berdasarkan pengertian dan kasih sayang, sehingga murid itu hormat dan sayang kepada gurunya, bukan takut dan benci. Hubungan yang baik itu akan membantu kecintaan anak terhadap pelajaran yang diberikan kepadanya. Dengan demikian hasil pendidikan akan jauh lebih baik dari pada hubungan yang berdasarkan takut dan benci.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pendidikan agama Islam erat kaitannya denga psikologi agama. Bahkan psikologi agama digunakan sebagian salah salah satu pendekatan dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam. Untuk membawa anak pada perkembangan yang diharapkan, tentu tidak mudah. Seorang guru harus mempunyai bekal yang cukup, diantaranya: (1) pribadi guru itu sendiri harus baik; (2) pengertian dan kemampuan dalam memahami perkembangan jiwa anak (psikologi anak).

Latihan-latihan keagamaan yang menyangkut ibadah hendaknya dilakukan atau dibiasakan sejak kecil. Latihan keagamaan yang menyangkut akhlak dan ibadah sosial atau hubungan manusia dengan manusia sesuai dengan ajaran agama, jauh lebih penting daripada penjelasan dengan kata-kata. Pendidikan agama pada anak, harus lebih banyak percontohan dan pembiasaan. Karena pembiasaan keagamaan itu akan memasukkan unsur-unsur positif dalam pribadi anak yang sedang bertumbuh. Hubungan antara murid dan guru hendaknya berdasarkan pengertian dan kasih sayang, sehingga peserta didik itu hormat dan sayang pada gurunya, bukan takut atau benci. Hubungan yang baik akan membantu kecintaan anak terhadap pelajaran yang diberikan kepadanya.



[1] Jalaludin, 2009. Psikologi Agama. Jakarta: PT. Grafindo Persada. Hlm.1

[2] Ibid. Hlm. 3

[3] Zakiah daradjat. 2005. Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang. Hlm. 5

makrab with prend PAI-3